JAKARTA, iNewsPekanbaru.id - Indonesia telah menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) atau Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas sejak tahun 2006.
Konvensi ini telah diakui oleh 182 negara di seluruh dunia dan telah menjadi dasar bagi perubahan perspektif dan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Penandatanganan konvensi tersebut merupakan komitmen bersama seluruh negara untuk mewujudkan pembangunan inklusif yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia semakin terjamin dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut menjadi landasan hukum untuk memastikan pelaksanaan tindakan nyata yang menghormati penyandang disabilitas di Indonesia, serta merupakan kelanjutan dari ratifikasi CRPD.
Pada tanggal 10 Oktober 2023, komitmen Indonesia dalam menghormati hak-hak penyandang disabilitas juga diwujudkan dengan menjadi tuan rumah Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas dan Kemitraan Pasca-2025, yang diadakan di Makassar, Sulawesi Selatan. Forum tersebut menghasilkan rekomendasi untuk percepatan pembangunan negara yang inklusif bagi penyandang disabilitas, sesuai dengan tujuan dari ASEAN Enabling Masterplan 2025.
Dalam konteks pembangunan, upaya meningkatkan inklusivitas bagi penyandang disabilitas tidak hanya mencakup pengembangan infrastruktur, tetapi juga harus memperhatikan pengembangan sumber daya manusia di kalangan penyandang disabilitas. Ini termasuk peningkatan pengakuan kelompok disabilitas dalam masyarakat, keterlibatan aktif dengan peluang yang sama, kolaborasi, dan penghapusan stigma yang bersifat diskriminatif.
Pemerintah Indonesia telah menjadikan isu inklusivitas bagi penyandang disabilitas sebagai prioritas. Hal ini tercermin dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas yang mengatur pelaksanaan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di berbagai sektor seperti kesehatan, ketenagakerjaan, pendidikan, hak-hak sipil, kesetaraan di hadapan hukum, dan hak kesejahteraan sosial.
Di bidang pendidikan, Indonesia telah menerapkan sistem pendidikan inklusif agar penyandang disabilitas dapat bersekolah di sekolah reguler. Jumlah sekolah inklusif di Indonesia telah meningkat secara signifikan, yaitu dari 3.610 pada tahun 2015 menjadi 28.778 pada tahun 2020.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mendukung sepenuhnya prinsip inklusivitas bagi penyandang disabilitas. Melalui program literasi digital, Kemenkominfo memastikan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam mengakses layanan digital. Direktur Jenderal Informasi Publik Kemenkominfo, Usman Kansong, menyatakan bahwa komunikasi publik untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang hak-hak penyandang disabilitas terus dilaksanakan.
"Langkah ini penting karena kami menyadari bahwa diskriminasi masih terjadi pada saudara-saudara kita. Tentu saja, hal ini dapat mengganggu kesehatan mental mereka. Oleh karena itu, kami mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam memperjuangkan terwujudnya inklusivitas," tegas Usman Kansong.
Dalam rangka pemberdayaan penyandang disabilitas, terdapat tiga fokus utama, yaitu kesejahteraan, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, serta akses ke teknologi dan inklusi keuangan. Kementerian Komunikasi dan Informatika turut berkontribusi dalam aspek ketiga ini.
Agar penyandang disabilitas di Indonesia dapat lebih mudah mengakses teknologi digital, hal ini perlu diwujudkan. Dengan cara ini, penyandang disabilitas akan memiliki hak yang sama dalam menikmati berbagai layanan untuk pengembangan diri. Diharapkan bahwa literasi digital yang memadai dapat memberikan dampak positif pada kesehatan mental mereka.
Menurut data terbaru, secara global terdapat 1,3 miliar penyandang disabilitas. Dengan jumlah yang begitu besar ini, semua negara di dunia harus lebih peduli terhadap penyandang disabilitas. Salah satu permasalahan penting yang perlu ditangani adalah menghilangkan stigma negatif dan diskriminasi terhadap mereka. Stigma negatif dapat secara langsung memengaruhi kesempatan penyandang disabilitas untuk terlibat dalam kegiatan dan bekerja dalam masyarakat.
Penting untuk diingat bahwa penyandang disabilitas tidak rentan karena kondisi fisik mereka. Mereka rentan karena sistem tidak dapat diakses oleh kelompok disabilitas. Sesuai dengan komitmen global Sustainable Development Goals (SDGs), dalam proses pembangunan, tidak boleh ada kelompok pun yang tertinggal (no one left behind). Di Indonesia, usaha untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas masih memerlukan perhatian khusus. Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 71,4 persen dari penduduk penyandang disabilitas adalah pekerja informal, karena mereka kesulitan dalam mengakses pasar tenaga kerja.
Melalui rencana aksi yang konkret, yang didasarkan pada prinsip inklusivitas, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan penyandang disabilitas dapat terus diwujudkan dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, perusahaan swasta, organisasi kemasyarakatan, hingga kelompok warga.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait